Jumat, 14 November 2014

jangan sembarangan

Berapa undangan yang telah berasil di sebarkan ke seantero jagad raya? tanya sang raja kepada punggawanya
"banyak tuan', persiapan, tempat acara, juga kita sudah siap di ribuan lokasi," jawab punggawa dengan yakin sembari membolak balik buku undangan di tangannya.
bagus! siapkan segala kemudahan2 untuk menyambut kedatangan mereka nanti, dan pastikan mereka di sambut dengan baik, sebab mereka akan menguntungkan kita dalam sektor ekonomi dalam bentuk pundi2 investasi mreka di wilayah kerajaan kita, di wilayah manapun mreka ber iventasi, biarkan!!!
''tapi endoro''? sela punggawa agak lancang..
''diam!" betak sang punggawa berat
"pokoknya ataur segalanya dan pastikan segalanya bisa di atur, dan saya tidak mau ada yang mengawasi kebijakan saya, paham!'' hardik sang raja.
"sungkem endoro!!" sahut sang bawahan dengan nada agak bergetar kecut, sembari mencoba memberanikan diri melanjutkan sela yang tertunda tadi..
"tapi tuan eh endoro.. em.. jika mreka di biarkan bebas beriventasi, em.. bukankah mreka akan sangat vital dan begitu mampu nantinya menyetir smua sektor penekonomian kita, mreka akan melancarkan aksinya untuk menguasai dan tentunya mreka akan merancang konstruksi kuat agar kita terus pertompang kepada mereka dan ahirnya kita tak bisa lepas dari cengkraman mreka, buktinya ladang emas, besi, timah kita endoro? kan sebagian besar di atur oleh para asing dan kita kesulitan memantaunya.
maaf endoro raja.. saya agak lancang mengutarakan pendapat, mengingat nenek moyang kita begitu mencintai negeri ini, menjaganya dengan gigih dari campur tangan negeri asing, tapi jika kita sekarang mengundang mreka dan merelakan roboh kokohnya tembok ke gigihan itu, bukankah kita akan kualat? kita akan di kutuk oleh leluhur kita?"
perlu di ingat juga endoro raja.. bahwa, ada banyak tempat pingit di negeri ini seperti laut kita, nenek moyang kita menjaganya selama ber abad abad haruskah nantinya di jaga dan diawasi orang asing? duh... gusti.. sungguh hamba merasa berdosa" sembari sungkem sang punggawa mencium tulus ibu pertiwi.
setelah raja mendengar pengakuan tulus punggawanya, wajah raja menjadi tegang namun tersembunyikan oleh raut air mukanya yang bersahaja cuek, namun di balik hatinya sang raja akan menitahkan dan dibentuknya punggawa punggawa bayangan khusus di bawah kontrolnya, mengingat penggawa sah kerajaan tak sejalan dengan titahnya







Tidak ada komentar:

Posting Komentar