Sesungguhnya, kita semua terhubung. Albert Eistein telah mengemukakan tentang adanya unified field of energy. Ada sebuah medan energi yang menyatukan kita semua. Kita semua satu. Hanya saja, kita perlu meningkatkan kesadaran untuk bisa mengakses energi yang lebih tinggi itu. Soalnya, adalah bagaimana cara mengaksesnya?
“Dalam banyak tradisi kuno, festival-festival keagamaan selalu dikaitkan dengan bulan purnama. Pada saat bulan purnama, bukan hanya air laut, tapi air di dalam tubuh kita akan mengalami pasang naik. Pada saat itu pula, energi kita akan ikut meningkat. Oleh sebab itu, mereka yang memahami mekanisme ini akan memanfaatkan momentum ini dengan mengajak umat beragama untuk melakukan zikir atau sembahyang. Dengan cara itu, kesadaran kita dapat ikut meningkat.”
“Peristiwa pasang naik ini menjadi sangat penting bagi masyarakat di
India Utara dan Timur Tengah, karena secara alami mereka memang
kekurangan air. Mereka perlu memanfaatkan datangnya bulan purnama yang
secara alami akan meningkatkan cairan di dalam tubuh mereka. Tidak
demikian di negeri kita, kita tidak kekurangan air. Kita tidak perlu
mengikuti apa yang dilakukan di India Utara dan Timur Tengah, karena
kita berlimpah air.”
“Sebab itu, pikiran kita memang cenderung kacau. Makanya, akan lebih efektif bila kita berzikir pada saat bulan mati. Saat tidak terlihat bulan. Pada saat itu, pengaruh air dalam tubuh kita akan berkurang. Pikiran kita relatif tenang, tidak mudah bergejolak.
Kalau pada saat air sedang memasang di bulan purnama, ada seorang pengidap hipertensi yang makan nasi kebuli dan durian, dijamin akan terkena stroke. Oleh karena itu, kita harus hati-hati. Kita harus memahami kondisi diri. Karena setiap orang makan nasi kebuli, kita tidak perlu ikut-ikutan bila kesehatan kita tidak mengizinkan. Begitu pula dengan budaya asing, jangan mudah untuk mengimpornya. Budaya asal, budaya lokal di Nusantara, sebetulnya menyimpan banyak kebijaksanaan yang cocok untuk kita.
“Pada dasarnya air adalah juga ayat Allah. Bila kita memahami air, kita bisa menghindari terjadinya hal-hal yang akan merugikan diri kita.
“Kalau mau aman, ikut kebiasaannya orang-orang Bali, Purnama-Tilem. Pada saat Purnama mereka berdoa, pada saat Tilem juga berdoa. Pasti nggak bakal salah. Salah satunya, pasti menguntungkan. Bukankah tidak ada ruginya untuk berdoa, kapan pun dan di manapun?”
(Krishna, Anand; Djokorahardjo, Triwidodo; Natalina, Nina; Gede Merada (2006). Mengungkap Misteri Air. One Earth Media)
“Sebab itu, pikiran kita memang cenderung kacau. Makanya, akan lebih efektif bila kita berzikir pada saat bulan mati. Saat tidak terlihat bulan. Pada saat itu, pengaruh air dalam tubuh kita akan berkurang. Pikiran kita relatif tenang, tidak mudah bergejolak.
Kalau pada saat air sedang memasang di bulan purnama, ada seorang pengidap hipertensi yang makan nasi kebuli dan durian, dijamin akan terkena stroke. Oleh karena itu, kita harus hati-hati. Kita harus memahami kondisi diri. Karena setiap orang makan nasi kebuli, kita tidak perlu ikut-ikutan bila kesehatan kita tidak mengizinkan. Begitu pula dengan budaya asing, jangan mudah untuk mengimpornya. Budaya asal, budaya lokal di Nusantara, sebetulnya menyimpan banyak kebijaksanaan yang cocok untuk kita.
“Pada dasarnya air adalah juga ayat Allah. Bila kita memahami air, kita bisa menghindari terjadinya hal-hal yang akan merugikan diri kita.
“Kalau mau aman, ikut kebiasaannya orang-orang Bali, Purnama-Tilem. Pada saat Purnama mereka berdoa, pada saat Tilem juga berdoa. Pasti nggak bakal salah. Salah satunya, pasti menguntungkan. Bukankah tidak ada ruginya untuk berdoa, kapan pun dan di manapun?”
(Krishna, Anand; Djokorahardjo, Triwidodo; Natalina, Nina; Gede Merada (2006). Mengungkap Misteri Air. One Earth Media)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar