Jumat, 18 Juli 2014

Tegar dalam Badai

Tegar dalam Badai
Ada kalimat motivasi yang menarik yang disampaikan Bpk Gede Prama saat berbicara di hadapan pimpinan dan karyawan perusahaan tempat saya bekerja yaitu, “Dalam hempasan badai hanya pohon-pohon berkualitas baik yang tetap tegak berdiri”. Dengan kalimat inspiratif itu, Bpk Gede Prama mengajak seluruh karyawan untuk menjadi orang-orang berkualitas agar tidak mudah tumbang diterjang badai kehidupan.
Hidup memang tak selalu damai, tak selalu lurus. Kadang kerasnya hidup menerpa kita dengan berbagai masalah. Untuk tetap bertahan hidup, kita kadang harus menempuh jalan yang berliku dan berbatu.
Kalau kita rajin membaca buku tentang kisah sukses atau biografi seseorang tentu sering kita temui kisah-kisah saat orang tersebut mengalami masa-masa sulit dalam kehidupannya. Terpuruk dari bisnis, terkena PHK, gagal dalam pendidikan, masalah keluarga, dan sebagainya yang kemudian berhasil mereka lewati melalui perjuangan hidup dan usaha yang tidak mudah.
Di sisi lain, sering pula kita membaca kisah cengeng tentang patah hati, kisah pilu tentang stres dan sakit jiwa, atau kisah tragis tentang bunuh diri dari orang-orang yang gagal dalam meraih hal-hal yang mereka inginkan. Bagi orang-orang ini, seolah semua jalan buntu dan dunia kiamat begitu mereka mengalami kegagalan. Mereka menyebutnya sebagai harga diri, tetapi mengapa harga diri dinilai terlalu murah hanya dengan segelas racun nyamuk?
Ada joke yang menggelitik, “Di balik sukses seseorang, ada mantan yang kecewa.” Gigihlah meraih sukses (tentu di jalan yang benar) dan buatlah mantan kita kecewa. Entah itu mantan pacar, mantan atasan, mantan bawahan, dan mantan-mantan lainnya. Jangan kita yang kecewa karena mereka lebih sukses. Jangan kita yang stres dan bunuh diri melihat orang lain sukses. Sementara kita konyol, mereka tetap sukses.
Di sebuah majalah saya pernah membaca sebuah “kata mutiara”: bagi seorang pesimis, masalah adalah bencana; bagi seorang optimis, masalah adalah kesempatan; bagi orang peptimis (sangat optimis) masalah adalah berkah.
Memang sangat sulit menemukan berkah di balik musibah. Apanya yang berkah kalau harta hilang dalam sekejap? Apanya yang berkah kalau orang yang dicinta pergi untuk selamanya? Di mana ada kesempatannya kalau terkena PHK? Kita baru menyadari adanya berkah di balik musibah setelah waktu berlalu dan ketika kita bisa berkata, “Kalau saja dulu tidak begitu tentu saja sekarang saya tidak begini!” dan kalimat lain semacam itu. Saat itulah tangis derita yang pernah muncul di masa lalu berubah jadi senyum bahagia penuh rasa syukur di masa kini.
Rasa sedih, kebencian, kecewa, dan amarah adalah rasa yang muncul karena adanya keterikatan kita pada sesuatu, bisa berupa benda (barang, uang, harta lainnya), manusia, hewan, pekerjaan, jabatan, status sosial, dan lain-lain. Saat kita diputus dari hubungan tersebut secara paksa dan tiba-tiba maka saat itulah kita merasa sakit.
Marilah kita belajar menerima segala yang kita dapatkan dan kita miliki ini dengan damai. Menyadari bahwa semua adalah titipan yang bisa diambil oleh pemiliknya kapan saja. Tetaplah tenang di dalam rasa suka maupun duka. Tidak melonjak kegirangan saat bahagia dan tidak terpuruk layu saat menderita. Shri Krshna mengajarkan, “Duhkheshv anudvigna-manah sukheshu vigata-sprhah, vita-raga-bhaya-krodhah sthita-dhir munir ucyate (orang yang pikirannya tidak tergoyahkan di dalam duka, tidak riang berlebihan di dalam keadaan suka, bebas dari ikatan, kecemasan, dan kemarahan, dia disebut sebagai seorang muni yang memiliki kesadaran yang mantap.)” “Muni” adalah sebutan bagi orang-orang yang memahami dan menjalankan ajaran rohani secara total.
Beliau juga menyampaikan, “Dhyayato vishayan pumsah, sangas teshupajayate, sangat sanjayate kamah kamat krodho’bhijayate (Orang-orang yang selalu memusatkan pikirannya pada obyek-obyek indria, maka keterikatan pada obyek-oyek indria itu akan tumbuh. Dari keterikatan tersebut akan muncul hawa nafsu, (dan) dari hawa nafsu muncullah kemarahan.” Kemarahan yang timbul akibat kehilangan sesuatu bisa muncul karena kita sangat terikat pada sesuatu itu.
Mari kita belajar untuk seimbang dalam suka dan duka. Menerima semua warna kehidupan dengan damai. “Jitatmanah prashantasya paramatma samahitah, shitoshna-sukha-duhkheshu tatha manapamanayoh (Mereka yang sudah menaklukkan dirinya sendiri menjadi tidak tergoyahkan di dalam panas atau dingin, suka atau duka, pujian atau hinaan, dan orang yang sudah mencapai kedamaian batin seperti itu akan mencapai Tuhan Yang Maha Kuasa). Menaklukkan diri sendiri berarti mampu mengendalikan diri. Dengan pengendalian diri yang baik, yang berserah diri pada Hyang Widhi maka kita akan semakin dekat dengan-Nya dan Beliau pun akan semakin mengasihi kita.
Sesungguhnya Tuhan sangat mengasihi orang-orang yang berbhakti kepada-Nya dan kepada kita yang berserah diri kepada Tuhan, Beliau berjanji, “ananyash cintayanto mam ye janah paryupasate, tesham nityabhiyuktanam yoga-kshemam vahamy aham (Orang-orang yang memuja-Ku dengan selalu memusatkan pikirannya hanya satu kepada-Ku, kesadarannya senantiasa lelap di dalam cinta kasih bhakti kepada-Ku, kepada mereka Aku bawakan segala yang dibutuhkannya dan melindungi segala yang mereka miliki).
Dengan demikian tak ada alasan untuk frustrasi, patah semangat, dan menjadi “pohon yang tumbang” dihempas badai kehidupan. Mari kita yakini bahwa Tuhan selalu memberi yang terbaik bagi kita. Tegar menghadapi hidup, selalu ada hari esok yang lebih baik.
Sarve sukhinah bhavantu. Semoga semua makhluk berbahagia

 oleh   Putu Aris Widyastana


2 komentar:

  1. Om Swastyastu. Terima kasih telah memuat tulisan saya di blog ini. Semoga ada yg mendapat manfaat dr tulisan sederhana ini.

    BalasHapus
  2. Om Swastyastu. Terima kasih telah memuat tulisan saya di blog ini. Semoga ada yg mendapat manfaat dr tulisan sederhana ini.

    BalasHapus