Kalimat-kalimat tersebut diatas sangat tepat untuk mengilustrasikan
suatu penyakit yang dialami banyak sekali manusia, terutama yang pernah
dialami oleh seorang sahabat yg ku temui tadi siang. Aku masih ingat
ketika mengunjunginya dahulu bertahun-tahun yg lalu ketika dia sakit.
Secara fisik dia biasa-biasa saja. Ketika penyakit itu sedang hadir, ia
akan menahan rasa sakit yang luarbiasa pada kepalanya. Bagian dalam
kepalanya seperti ditusuk-tusuk jarum, katanya. Dan itu bisa datang
kapan saja. Ketika ia sedang mengendarai sepeda motor, tau-tau ia sudah
terbaring di rumah sakit. Itu karena di jalan ia tiba-tiba sakit, tak
sadarkan diri dan jatuh.
Waktu ku jenguk dia, ku sempat bercerita bahwa apa yang dideritanya bisa jadi merupakan gangguan psikis. Obat-obat luar (maksudnya dari luar tubuh) tak akan banyak membantu menyembuhkan. Namun obrolan yang keluar dari seseorang yg bukan psikiater ataupun dokter sepertiku tak mampu meyakinkan dirinya. Dan tadi siang bersama seorang teman aku mengunjungi dia.
Dia sudah lama sembuh. "Bagaimana kisah penyembuhannya?" tanyaku.
Dengan antusias dia berkisah, bahwa ia telah menyambangi beberapa rumah sakit, dokter ahli jiwa yang bekerja di rumah sakit gila dan psikiater yang praktek pribadi.
Ketika mau dicampur dengan pasien-pasien gila di rumah sakit ia menolaknya. Karena ia bukan gila. Maka ia beralih ke psikiater yg praktek pribadi.
Psikiater itu sangat ramah dan humoris. Itu membuat pasien sedikit keki.
"Mba tidak sakit. Tidak ada penyakit apapun pada diri mba! Kata psikiater sambil senyum.
"Tapi saya menderita begini. Apa obatnya?"
"Tidak ada obatnya! Hehehe" jawab psikiater.
Temanku membandingkannya dengan dokter lain. Dokter lain ada yang bilang 'kurang hiburan', 'kurang piknik', 'harus sering pergi ke pantai dan ke gunung' dll.
Semua itu ia turuti, tapi tak sembuh juga.
Tentu saja tidak sembuh, karena pasien tidak diberitau KUNCI-nya.
Berikut ini kunci yang diberikan oleh psikiater terakhir ketika menjawab apa obatnya. Beliau menyampaikannya dalam bahasa Jawa halus: "mBoten pareng menggalih kedangon" (pantang menyimpan unek-unek terlalu lama).
Hanya itu, yang dikemas dengan berbagai cerita.
Dan setelah sebulan berusaha berpikir sederhana dan menghibur diri dengan berjualan di toko, ia berangsur sembuh!
Waktu ku jenguk dia, ku sempat bercerita bahwa apa yang dideritanya bisa jadi merupakan gangguan psikis. Obat-obat luar (maksudnya dari luar tubuh) tak akan banyak membantu menyembuhkan. Namun obrolan yang keluar dari seseorang yg bukan psikiater ataupun dokter sepertiku tak mampu meyakinkan dirinya. Dan tadi siang bersama seorang teman aku mengunjungi dia.
Dia sudah lama sembuh. "Bagaimana kisah penyembuhannya?" tanyaku.
Dengan antusias dia berkisah, bahwa ia telah menyambangi beberapa rumah sakit, dokter ahli jiwa yang bekerja di rumah sakit gila dan psikiater yang praktek pribadi.
Ketika mau dicampur dengan pasien-pasien gila di rumah sakit ia menolaknya. Karena ia bukan gila. Maka ia beralih ke psikiater yg praktek pribadi.
Psikiater itu sangat ramah dan humoris. Itu membuat pasien sedikit keki.
"Mba tidak sakit. Tidak ada penyakit apapun pada diri mba! Kata psikiater sambil senyum.
"Tapi saya menderita begini. Apa obatnya?"
"Tidak ada obatnya! Hehehe" jawab psikiater.
Temanku membandingkannya dengan dokter lain. Dokter lain ada yang bilang 'kurang hiburan', 'kurang piknik', 'harus sering pergi ke pantai dan ke gunung' dll.
Semua itu ia turuti, tapi tak sembuh juga.
Tentu saja tidak sembuh, karena pasien tidak diberitau KUNCI-nya.
Berikut ini kunci yang diberikan oleh psikiater terakhir ketika menjawab apa obatnya. Beliau menyampaikannya dalam bahasa Jawa halus: "mBoten pareng menggalih kedangon" (pantang menyimpan unek-unek terlalu lama).
Hanya itu, yang dikemas dengan berbagai cerita.
Dan setelah sebulan berusaha berpikir sederhana dan menghibur diri dengan berjualan di toko, ia berangsur sembuh!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar