Ngadep carik ngae gelebeg/jineng” (menjual sawah untuk dipakai membuat gudang tempat menyimpan padi)“.
“Cara patapan rook, pamuputne lakar telah”, (seperti rokok, pada akhirnya akan habis menjadi abu).
ngatik bangbung” yaitu penampilan luarnya memang hebat, tetapi di dalamnya kosong melompong
Cara kuluk medem di arepan bungut jalikane, sayan gudig bulunne” (seperti
anjing yang suka tidur di depan tungku dapur mencari kehangatan,
akhirnya habislah bulunya terbakar sehingga dijuluki “cicing gudig” yang
menjijikkan).
“Cara sendok komoh sing nawang rasan komoh” (seperti sendok,
walaupun menyelam di dalam kuah sejenis gulai tradisi bali, tetapi tidak
merasakan enaknya kuah). Ini menyindir penduduk lokal yang tinggal di
wilayah pusat-pusat perekonomian, tetapi mereka tidak bisa menikmati
rejeki yang berlimpah.
“Cara I Godogan bengong di samping bungan tunjunge, tusing nawang di
bungan tunjunge ada madu. Nyawane uli joh teka maruyuan ngisep madune
ane ada di bungan tunjunge”. (seperti kodong yang bengong ngelamun
di samping bunga teratai, dia tidak mengetahui di situ ada madu. Tetapi
lebah yang jauh datang berduyun-duyun mengisap madu tersebut). Semboyan
ini menyindir penduduk asli (lokal) yang kalah bersaing merebut rejeki
melawan kaum pendatang. Seperti pulau Bali, diserbu oleh para pendatang
yang menguasai pusat-pusat perekonomian strategis yang bertebaran di
Bali. Sedangkan penduduk asli Bali tenang-tenang saja seperti katak yang
tidak tahu madu.
Konon di Inggris ada juga semboyan yang mirip dengan katak bodoh di
Bali, tetapi disana disebut “katak rebus”. Ceritanya katak itu jika
dicemplungkan kedalam panci yang berisi air panas, maka dia spontan
meloncat keluar. Tetapi jika dicemplungkan kedalam panci yang berisi air
dingin maka dia diam. Kalau air panci itu dipanaskan secara perlahan,
kodok itu tetap diam sampai akhirnya dia mati direbus.
http://ngarayana.web.ugm.ac.id/2014/04/bali-menuju-tragedi-katak-rebus/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar