Tiga rumah dari gubukku di desa ada sungai besar. Lebih kurang 4-5 kali lebar tukad Badung. Namanya Tukad Sabe. Airnya dalam dan suluk alias deras. Bagi aku, teman2 aku dan masyarakat sepanjang sungai, tukad Sabe adalah bagian dari hidup sehari2. Mandi, nyuci, buang hajat termasuk buang sampah sekaligus disana. Jika air tenang, banyak orang bertani kangkung di bagian pinggir sungai. Aku n teman2 aku juga punya petak2 kangkung. Batasnya Cuma batu2 yang disusun berbaris rapi. Gak perlu pakai sertifikat. Karena jika banjir datang batas pertanian hilang bersama kangkungnya. Kakek aku sering pasang bubu (perangkap ikan) di petak kangkung sore hari. Besok pagi diperiksa ada udangnya apa gak…..
Tapi ceritanya bukan disitu
Suatu kebiasaan, setiap jam 3 sore, sudah kedengaran riuhnya teman2 dari arah sungai. Yang bikin senang adalah aku bisa terjun dari dahan pohon mangga yang menjorok ke tengah kira2 setinggi 3 meter. Kami semua terbius sama film tarzan yang sering diputar di gedung bioskop di kampungku. Kami bergiliran naik. Sebelum terjun selalu teriak auuooooooo……..byur, byur, byur…..
Urusan gaya terjun, terjun berdiri, nuncep atau koprol sudah kebiasaan. Renang gaya dada, gaya kupu2, gaya punggung ato lumba2 habis. Ato berlomba lama2an menyelam sambil mencari uang logam 25 sen di dasar sungai yang dilempar teman. Pulangnya selalu bibir pucat mata merah. Sekali2 kakek marah.
Tau? Pohon mangga itu ga pernah keliatan berbuah. Karena tumbuh satu biji aja udah jadi rebutan gigit bersama. Jadi kami2 ini ya tarzannya ya monyetnya sekalian.
Yang paling menantang ialah jika banjir besar datang. Warna air berubah coklat lumpur. Derasnya bergelombang dan ganas. Aku dan teman2 berdiri di pinggir sungai siap2. Terutama klo ada kayu bakar ato kangkung hanyut. Kami terjun dan berenang sekuat tenaga, terseret arus, tapi selalu berhasil mencapai ketepian yang satunya, meski jauh di hilir. Untuk kembali, aku pergi agak kehulu berenang lagi kembali mencapai tempat semula. Tentu saja membawa kangkung ato kayu bakar. Itu aku dan teman2 ulangi berkali2. (Makanya ketika aku liat banjir tukad badung dari atas jembatan, pingin rasanya aku terjun….)
Tamat SD aku melanjutkan di SMPN I dan SMAN I di kota. Musuh beratku Cuma Sugianto. Dia juga jago renang karena rumahnya dekat kolam renang Mumbul Singaraja. Seperti aku, punya rumah dekat sungai. Ketika sekolah mengadakan lomba renang, aku pilih gaya dada, dia ikut gaya kodok. Kita juara satu di masing2 gaya…..
Tapi itu cerita 60 tahun lalu…..
Sekarang….
Aku berenang dimana
Berenang sama sapa
Pertanyaan lain
Masih mampukah aku berenang…..?
Suatu kebiasaan, setiap jam 3 sore, sudah kedengaran riuhnya teman2 dari arah sungai. Yang bikin senang adalah aku bisa terjun dari dahan pohon mangga yang menjorok ke tengah kira2 setinggi 3 meter. Kami semua terbius sama film tarzan yang sering diputar di gedung bioskop di kampungku. Kami bergiliran naik. Sebelum terjun selalu teriak auuooooooo……..byur, byur, byur…..
Urusan gaya terjun, terjun berdiri, nuncep atau koprol sudah kebiasaan. Renang gaya dada, gaya kupu2, gaya punggung ato lumba2 habis. Ato berlomba lama2an menyelam sambil mencari uang logam 25 sen di dasar sungai yang dilempar teman. Pulangnya selalu bibir pucat mata merah. Sekali2 kakek marah.
Tau? Pohon mangga itu ga pernah keliatan berbuah. Karena tumbuh satu biji aja udah jadi rebutan gigit bersama. Jadi kami2 ini ya tarzannya ya monyetnya sekalian.
Yang paling menantang ialah jika banjir besar datang. Warna air berubah coklat lumpur. Derasnya bergelombang dan ganas. Aku dan teman2 berdiri di pinggir sungai siap2. Terutama klo ada kayu bakar ato kangkung hanyut. Kami terjun dan berenang sekuat tenaga, terseret arus, tapi selalu berhasil mencapai ketepian yang satunya, meski jauh di hilir. Untuk kembali, aku pergi agak kehulu berenang lagi kembali mencapai tempat semula. Tentu saja membawa kangkung ato kayu bakar. Itu aku dan teman2 ulangi berkali2. (Makanya ketika aku liat banjir tukad badung dari atas jembatan, pingin rasanya aku terjun….)
Tamat SD aku melanjutkan di SMPN I dan SMAN I di kota. Musuh beratku Cuma Sugianto. Dia juga jago renang karena rumahnya dekat kolam renang Mumbul Singaraja. Seperti aku, punya rumah dekat sungai. Ketika sekolah mengadakan lomba renang, aku pilih gaya dada, dia ikut gaya kodok. Kita juara satu di masing2 gaya…..
Tapi itu cerita 60 tahun lalu…..
Sekarang….
Aku berenang dimana
Berenang sama sapa
Pertanyaan lain
Masih mampukah aku berenang…..?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar